Musisi Futuristik Itu Bernama Delly Rollies

Pada paruh era 1970-an hingga 1980-an, musik Indonesia kental akan sisi vintage. Mulai dari proses produksi hingga aransemen boleh dibilang masih terkenal “kuno” karena secara teknologi pun tentu saja belum memadai. Tapi,pada era itu, ada satu sosok musisi dengan pembawaan musik yang berbeda dan malah terkesan melampaui masanya. Sosok itu adalah orang yang selama ini dikenal sebagai keyboardist sekaligus vokalis dari The Rollies yang bernama lengkap Delly Joko Arifin atau yang dikenal dengan nama Delly Rollies.

Delly Rollies yang lahir pada 1949 ini mengawali sepak terjang dalam karir bermusiknya pada era 1960-an. Sebelum memulai karir panjang bersama The Rollies, terlebih dahulu Delly bergabung dengan grup musik Genta Istana. Barulah pada 1967, Delly bergabung dengan The Rollies sebagai keyboardist atas ajakan Deddy Stanzah yang berperan penting sebagai penggagas terbentuknya The Rollies. Gito, sang vokalis, adalah orang yang terakhir bergabung dengan The Rollies. Di band sebelumnya, Gito sering membawakan repertoar dari Tom Jones, Engelbert Humperdinck, dan sejenisnya. Namun saat bergabung dengan The Rollies, Delly meminta Gito untuk membawakan repertoar dari James Brown, sang godfather musik soul dan funk dunia. Itulah sebabnya The Rollies dikenal sebagai representasi James Brown di Indonesia.

Rollies pada akhir ’70-an

Meskipun di puncak kejayaannya The Rollies sempat ditempa masalah terkait narkoba dan sempat juga mengalami pergantian personel, hal ini tidak membuat keterlibatan Delly dalam The Rollies goyah. Bersama The Rollies, Delly merilis sejumlah album dari era Remaco, Purnama Records, Hidayat, hingga mendapat kontrak panjang bersama Musica Studio’s pada 1977 yang menjadi titik awal kesuksesan The Rollies. Sampai akhirnya pada paruh akhir 1970-an, The Rollies berganti nama menjadi New Rollies. Di era New Rollies ini, Delly dan kawan-kawan mulai mencoba membawakan lagu dari komposer-komposer seperti A. Riyanto, Johannes Purba, dan Titiek Puspa yang selama ini dikenal sebagai komposer lagu-lagu pop cengeng. Akan tetapi, The Rollies berhasil mengintrepretasikannya dengan style mereka yang keren.

Di samping berkarir dengan The Rollies, pada era 1980-an, Delly juga melakukan solo karir. Justru di solo karir inilah Delly mulai terpancar auranya dan sebagian besar lagunya terdengar berbeda dari kebanyakan musik Indonesia di era itu, bahkan boleh dibilang melampaui masanya. Pada era solo karirnya, Delly masih menggunakan genre musik yang sama dengan The Rollies: soul, funk, dan disko. Album solo pertama Delly berjudul The Prince of Rollies (1982) yang dirilis Musica Studio’s dan menampilkan beberapa komposer seperti Oetje F. Tekol, Erick Van Houten, Dodo Zakaria, dan Jimmie Manopo.

Selanjutnya, Delly melakukan kerjasama dengan label Flower Sound. Di label inilah kejeniusan Delly Rollies dalam meramu musik mulai terlihat. Album pertama Delly di label ini berjudul Pop Jazz (1982). Album ini menafsirkan ulang lagu-lagu pop milik Kiki Maria, Jimmie Manopo, Jacky, Chris Kayhatu, A. Riyanto dll. yang telah eksis sebelumnya dengan nafas soul dan jazz ala Delly sendiri. Masih di tahun yang sama, Delly merilis album berjudul Kau dengan bantuan Fariz RM sebagai music director. Album ini juga sempat dibantu oleh gank-nya Fariz RM di grup Symphony yaitu Ekki Soekarno, Jimmy Pais, dan Herman Gelly.

Cover album Delly Rollies – Mutiara Kata (1982)

Tidak lama setelahnya, Delly merilis album berjudul Jadi Juga atau Mutiara Kata yang digadang-gadang menjadi masterpiece Delly Rollies di sepanjang karirnya. Di album ini terdapat lagu berjudul Licik yang vokalnya menggunakan teknologi efek vocoder! Dalam lagu berdurasi 9 menit ini, vokal yang menggunakan efek vocoder itu diisi oleh Harry Sabar. Hal ini membuktikan bahwa penggunaan efek vocoder oleh musisi Indonesia sudah ada jauh sebelum Indra Lesmana mulai melakukannya pada era 2000-an. Bahkan juga jauh sebelum Daft Punk dan musisi breakthrough lainnya mulai melakukannya. Sayangnya banyak orang tidak tahu tentang fakta ini.

Delly Rollies (tengah) bersama Harry Sabar (kanan) dan Norman (kiri) pada saat menggarap album Cinta Remaja.

Selanjutnya, Delly juga merilis beberapa album seperti Pop Jazz Dixie, Volume 2, Kubawa Dukaku, Break Dancing, dan Cinta Remaja. Pada tahun 1985, Delly merilis album Janji di bawah Musica Studio’s dan pada tahun 1990 merilis album Jangan Berakhir Di sini bersama Meiske Pattiasina. Ketujuh album ini juga mengusung spirit yang sama. Memainkan musik soul, funk, jazz, dan disko dengan teknologi mutakhir seperti vocoder dan aransemen beat yang sudah menggunakan beatmachine.

Beberapa instrument keyboard andalan seperti Fender Rhodes Electric Piano dan Minimoog Synthesizer serta teknik sampling melalui beatmachine bermerek Roland TR-808 kerap digunakan Delly sepanjang karirnya, baik dalam karirnya bersama The Rollies maupun karir solonya. Delly Rollies adalah seorang musisi yang mampu mengintrepretasi setiap lagu yang dimainkannya menjadi terdengar lebih fresh dengan teknologi musik yang terbilang sangat mutakhir era itu. Bahkan lagu-lagu yang terdengar cengeng pun berhasil diintrepretasi Delly supaya terdengar lebih segar dan lebih baik dari versi sebelumnya. Meskipun karakter vokal Delly sendiri masih khas karakter vokal penyanyi Indonesia era 1970-an yang terdengar kuno, namun dengan bantuan aransemen musik yang fresh pada masanya, lagu yang dimainkan dan dinyanyikan Delly justru terdengar lebih baru. Karena lagu-lagu Delly digarap dengan teknologi musik yang sangat mutakhir untuk eranya, maka bisa dibilang lagu-lagu Delly Rollies terdengar cukup jauh melampaui masanya. Meskipun memasuki era 1990-an eksistensinya mulai memudar, Delly masih tetap aktif bermusik hingga meninggal dunia akibat serangan jantung pada 31 Oktober 2002.

Ditulis oleh: Abie Ramadhan

Disunting oleh: Ar.bhi

mixtape lagu-lagu terpilih Delly Rollies

2 thoughts on “Musisi Futuristik Itu Bernama Delly Rollies

Tinggalkan komentar